Skip to main content

Sejarah Jawa Barat

Jawa Barat termasuk provinsi yang berdiri sejak awal kemerdekaan. Provinsi ini ditetapkan oleh Panitian Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), dua hari setelah Proklamasi Kemerdekaan bersama tujuh provinsi lainnya. Ke tujuh provinsi tersebut adalah Jawa Tengah, Jawa Timur Sumatera, Kalimantan, Sunda Kecil, Sulawesi, dan Maluku. Gubernur Jawa Barat pertama adalah Sutardjo Kartohadikusumo. Jawa Barat memiliki sejarah yang sangat tua. Dari alat-alat yang ditemukan dan diketahui berasal dari 600.000 tahun lalu, diperkirakan bahwa Jawa Barat sudah dihuni sejak tahun tersebut. Namun bentuk kehidupan manusia baru diketahui mulai tahun 2000 sebelum Masehi, yaitu, saat terjadinya migrasi besar-besaran dari kawasan selatan Cina ke wilayah Indonesia, termasuk Jawa Barat. Pada awal Masehi, penduduk Jawa Barat sudah menjalin hubungan dengan dunia luar sehingga pengaruh kebudayaan luar mulai masuk, seperti kebudayaan Hindu. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya prasasti-prasasti dari zaman itu, misalnya prasasti yang ditemukan di daerah Ciaruteun, Bogor. Dari prasasti itu diketahui bahwa telah berdiri kerajaan bernama Tarumanegara dengan rajanya, Purnawarman. Prasasti berikutnya bernama prasasti Sanghyang Tapak, ditemukan di kampung Pengcalihan dan Bantar Muncang, di tepi sungai Citatih, Sukabumi. Prasasti tersebut menunjukan bahwa tahun 1035 berdiri Kerajaan Sunda yang diperintah oleh Maharaja Sri Jayabhupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabhuwanamandales Waranindita Haro Gowardhana Wikramatunggadewa. Selain Kerajaan Tarumanegara dan Sunda Pajajaran, di Jawa Barat juga terdapat Kerajaan Galuh. Pada tahun 1357, terjadi peristiwa Bubat, yaitu, perang antara Raja Sunda dan Patih Majapahit Gajah Mada. Pasukan Majapahit, di bawah pimpinan Patih Gajah Mada berhasil menaklukan Pajajaran dalam perang Bubat tersebut. Mulai abad 15, Kerajaan Sunda dengan pusat kekuasaan di Pakuan Pajajaran mulai kehilangan kekuatannya sampai pada akhirnya runtuh. Penyebabnya adalah pemberontakan daerah-daerah yang ingin melepaskan diri dari pusat kerajaan dan juga disebabkan oleh penyebaran agama Islam. Mulai abad 15 ini juga, Jawa Barat memasuki masa-masa kelam kolonoalisme. Pada tanggal 16 Januari 1904, seorang tokoh perempuan bernama Raden Dewi Sartika membuka sekolah untuk anak-anak gadis di Bandung. Sekolah tersebut basa berdiri berkat dukungan yang diberikan oleh Bupati Martanegara. Sejak itu, pendidikan di Bandung, khususnya untuk perempuan, terus berkembang. Dewi Sartika merupakan tokoh yang sangat memperhatikan kemajuan pendidikan. Di era perjuangan kemerdekaan nasional, bermunculan lembaga-lembaga yang berjuang untuk meraih kemerdekaan. Salah satunya didirikan di Bandung tanggal 17-18 Desember 1927 dengan nama Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) yang beranggotakan PNI, Partai Sarekat Islam, Budi Oetomo, Paguyuban Pasundan, Sumatranen Bond, Kaum Betawi, Indonesische Studi Club. Pada tanggal 1 Maret 1942, Jepang mendarat di Merak, Teluk Banten, dan di Eretan, Indramayu. Sejak saat itu, dimulailah penjajahan Jepang di wilayah Jawa Barat. Penjajahan tersebut berakhir setelah Jepang menyerah. Pada awal kemerdekaan, Provinsi Jawa Barat dibagi menjadi lima wilayah keresidenan, yaitu, Banten, Jakarta, Bogor, Priangan, dan Cirebon. Pemerintahan provinsi ini dilengkapi dengan badan-badan pemerintahan seperti komite Nasional Indonesia (KNI) daerah Jawa Barat, dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). Pada tanggal 12 Oktober 1945, tentara sekutu memasuki Bandung. Tentara sekutu itu ditunggangi oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berambisi menancapkan kembali kuku kolonialismenya di Indonesia. Dengan dalih untuk meredakan pertempuran, pada tanggal 27 November 1945, terjadi pembelahan Kota Bandung. sebelah utara rel kereta api yang membelah kota Bandung di duduki oleh Sekutu dan Belanda. Sementara pemerintah RI menguasai daerah selatan rel kereta api tersebut. Namun pembelahan tersebut tidak efektif meredakan pertempuran. Pada tanggal 24 Maret 1946, atas amanat Perdana Menteri RI yang memerintahkan pengosongan Kota Bandung, para petugas pemerintahan, para pejuang bersenjata dan diikuti penduduk Bandung berbondong-bondong meninggalkan kota tersebut. Setelah sebagian besar rakyat meninggalkan kota, Bandung dibakar oleh para pejuang yang tergabung dalam Majelis Persatuan Perjoangan Priangan (MP3). Tujuannya agar bangunan-bangunan penting tidak diduduki musuh. Peristiwa ini dikenang sebagai “Bandung Lautan Api”. Pada bulan November 1946 terjadi peralihan kekuasaan dari sekutu terhadap Belanda. Sejak saat itu, para pejuang kemerdekaan berhadapan langsung dengan Belanda. Belanda kemudian menerapkan strategi politik pecah Belah. Namun, strategi tersebut tidak mampu memadamkan perlawanan rakyat yang dadanya penuh dengan semangat perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Perlawanan tersebut memaksa Belanda untuk berunding, maka pada November 1946-Maret 1947, digelar Perundingan Linggajati, dilaksanakan di desa Linggarjati, wilayah Kabupaten Kuningan. Isinya Belanda mengakui Republik Indonesia terdiri dari Jawa, Sumatera and Madura. Kedua pihak setuju dengan bentuk Republik Indonesia Serikat dan pemerintah RIS akan tetap bekerjasama dengan pemerintah Belanda untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda. Pada tanggal 24 April 1948, Belanda membentuk Negara Pasundan dan memilih R.A.A. Wiranata Kusuma sebagai wali negara Pasundan. Atas persetujuan pemerintah RI, dia bersedia menerima jabatan tersebut. Pada tanggal 19 Desember 1948, Belanda melakukan aksi militer II dengan menyerbu Yogyakarta. Jawa Barat memprotes penyerangan tersebut, ditandai oleh pengunduran diri Perdana Menteri Negara Pasundan, Adil Puradirja. Bentuk negara federal ternyata banyak ditentang rakyat Indonesia. Pada tanggal 8 Maret 1950, negara Pasundan menuntut untuk bergabung kembali dengan Republik Indonesia. Pada tanggal 17 Agustus 1950, Republik Indonesia kembali berdiri. Setelah kembali ke NKRI, Jawa Barat masih disibukan dengan berbagai kekacauan. Kali ini kekacauan yang diakibatkan oleh DI/TII Kartosuwiryo. Setelah Kartosuwiryo berhasil ditumpas tahun 1962, muncul kekacauan berikutnya, yaitu, peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Keadaan mulai membaik setelah masuk era Orde Baru, kondisi semakin stabil. (Sumber: sejarahbangsaindonesia.co.cc)

Comments

Popular posts from this blog

KESENIAN SUKU SUNDA

KIRAB HELARAN Kirap helaran atau yang disebut sisingaan adalah suatu jenis kesenian tradisional atau seni pertunjukan rakyat yang dilakukan dengan arak-arakan dalam bentuk helaran. Pertunjukannya biasa ditampilkan pada acara khitanan atau acara-acara khusus seperti ; menyambut tamu, hiburan peresmian, kegiatan HUT Kemerdekaan RI dan kegiatan hari-hari besar lainnya. Seperti yang diikuti ratusan orang dari perwakilan seluruh kelurahan di Cimahi, yang berupa arak-arakan yang pernah digelar pada saat Hari Jadi ke-6 Kota Cimahi. Kirap ini yang bertolak dari Alun-alun Kota Cimahi menuju kawasan perkantoran Pemkot Cimahi, Jln. Rd. Demang Hardjakusumah itu, diikuti oleh kelompok-kelompok masyarakat yang menyajikan seni budaya Sunda, seperti sisingaan, gotong gagak, kendang rampak, calung, engrang, reog, barongsai, dan klub motor. KARYA SASTRADi bawah ini disajikan daftar karya sastra dalam bahasa Jawa yang berasal dari daerah kebudayaan Sunda. Daftar ini tidak lengkap, apabila para pembaca ...

MATA PENCAHARIAN SUKU SUNDA

Suku Sunda umumnya hidup bercocok tanam. Kebanyakan tidak suka merantau atauhidup berpisah dengan orang-orang sekerabatnya. Kebutuhan orang Sunda terutama adalah hal meningkatkan taraf hidup. Menurut data dari Bappenas (kliping Desember 1993) di Jawa Barat terdapat 75% desa miskin. Secara umum kemiskinan di Jawa Barat disebabkan oleh kelangkaan sumber daya manusia. Maka yang dibutuhkan adalah pengembangan sumber daya manusia yang berupa pendidikan, pembinaan, dll.